Bagi setiap orang tua tentu memiliki cara pandang yang berbeda atas kehadiran anak-anak mereka. Demikian saya…melewati berbagai peristiwa mendampingi anak-anak membuat saya selalu belajar sesuatu yang baru. Percaya atau tidak, anak-anak saya (Mbak Denia dan Dik Qila) adalah guru yang terbaik untuk saya.
Mendampingi tumbuh kembang mereka membuat saya belajar ikhlas. Seperti yang di nasehatkan seorang guru kepada saya, mendidik anak seperti menanam pohon. Kita tidak akan bisa mengharapkan kapan mereka akan berbuah. Apakah manis, ataukah justru tidak seperti harapan. Semuanya hanya bisa mengikuti waktu. Orangtua ternyata hanya bisa memberikan apa yang terbaik. Bahkan ketika pohon itu telah berbuah, tak ada hak apapun bagi kita untuk memetiknya karena buah tersebut adalah milik si pohon. Pohon itu yang telah bersusah payah untuk menghasilkan buah tersebut. Dari sinilah saya kemudian memahami istilah “melepas anak panah dari busur”.
Tekad untuk menjadi contoh baik untuk Mbak Denia dan Dik Qila membuat saya juga terus belajar. Termotivasi untuk menyerap ilmu….karena keyakinan saya bahwa tidak ada anak yang cerdas dan memiliki kemampuan hidup cukup apabila tidak didampingi oleh orangtua yang memiliki pemahaman yang baik pula. Saya harus mampu mengesampingkan berbagai latar belakang dari orang-orang yang saya anggap dapat memberikan ilmu baru jika mampu. Ujiannya pun bahkan lebih sulit karena hasilnya tidak hanya sekedar nilai atau singkatan yang berderet di belakang maupun depan. Kenyataannya, ilmu mendampingi anak tidak hanya berhubungan dengan kemampuan akademis namun lebih pada motivasi kita untuk memberikan pengasuhan yang terbaik.
Melalui Mbak Denia dan Dik Qila pulalah saya menjadi lebih "terkendali". Mencoba untuk selalu dapat berpikir ulang bila menemui masalah. Tidak lagi meledak-ledak seperti dulu. Bagian dalam hidup saya mulai tertata dengan baik. Saya mulai mampu merencanakan hidup, menjalani dengan sebaiknya-baiknya dan kemudian melakukan evaluasi. Menjaga perbuatan dengan harapan "semoga anak saya juga akan mengalami hal yang sama.". Lebih banyak berdiam bila memang menemui sesuatu yang berpotensi menimbulkan konflik.
Mendampingi anak-anak juga membuat belajar untuk berserah diri pada Allah. Saya yakin tidak ada yang mampu menjaga anak-anak sebaik Allah. Ini juga mengingat nasihat budhe Nur yang terakhir, “kalau punya anak harus banyak doa..kita khan gak pernah tahu sampai kapan bisa mendampingi. Kita juga gak bisa mendampingi anak-anak terutama kalau mereka sudah mulai remaja dan dewasa. Kalau kita banyak berdoa..maka Allah yang akan menjaga mereka.” Itu nasehat beliau yang terakhir. Sekarang setelah beliau meninggal, itulah yang saya coba terus lakukan. Membuat saya harus selalu “menjaga hubungan” dengan Allah. Bukankah Allah-lah yang Maha Kuasa atas Segalanya.
Saya juga belajar dalam mendampingi tumbuh kembang mereka untuk mengkuatkan hati. Terkadang ketika menghadapi lingkungan tidak sesuai memunculkan pendapat yang tidak sama membuat saya merasa sangat kecil dan tidak berarti. Namun ketika berkonsultasi dengan orang yang tepat, mendapatkan dukungan (terutama dari ayahnya anak-anak) dan melihat senyum mereka membuat saya kembali tenang. Kemudian merefleksikan diri dan mengukuhkan diri…semoga apa yang saya lakukan masih bisa menjadi contoh baik untuk anak-anak. Amien.
Dedicated untuk Mbak Denia dan Dik Qila, serta Budhe Nur...selamat jalan budhe..semoga nasehat itu tetap selalu bisa saya jalankan...
Dedicated untuk Mbak Denia dan Dik Qila, serta Budhe Nur...selamat jalan budhe..semoga nasehat itu tetap selalu bisa saya jalankan...

