Hmmm….muncul satu lagi status hari ini yang isinya “Be Your Self”. Kemaren ada juga status yang “Aku menjadi diriku.” Di saat lain muncul kata-kata hidup kok nurutin orang lain. Tanpa bermaksud menghakimi, pada suatu waktu, kata-kata seperti ini ternyata seringkali menjadi apologi yang baik bagi individu untuk mencuekkan diri terhadap ketidakmampuan mereka dalam mengenali diri sendiri. Jadi saya bingung, mereka itu menjadi diri sendiri atau mencoba mengisolasi diri sendiri ???? Sekedar mengukuhkan bahwa mereka sebenarnya tidak mau taat peraturan (bahasa pedes dan nyelekit adalah apologi bagi keadaan atas ketidakmauan mereka untuk berjuang lebih baik padahal mampu dan mendengarkan masukan yang sebenarnya membangun pribadi lebih baik).
Suatu waktu, kita juga pernah menemui seseorang yang seolah-olah memiliki kepribadian sangat berbeda jika berada di depan masyarakat dan di depan keluarga. Seolah-olah mereka membuat kepompong untuk membungkus kepribadian sesungguhnya. Mencoba menyukai sesuatu yang sebenarnya bukan menjadi ketertarikan diri sendiri hanya untuk menjadi syarat supaya diterima dalam komunitas tertentu. Anda sebutkan saja...pasti banyak sekali contoh-contoh dalam kehidupan masyarakat yang senada dengan contoh-contoh di atas. Senada dengan peristiwa yang menunjukkan bahwa menjadi diri sendiri justru tidak mendatangkan ketidaknyamanan.
Suatu waktu, kita juga pernah menemui seseorang yang seolah-olah memiliki kepribadian sangat berbeda jika berada di depan masyarakat dan di depan keluarga. Seolah-olah mereka membuat kepompong untuk membungkus kepribadian sesungguhnya. Mencoba menyukai sesuatu yang sebenarnya bukan menjadi ketertarikan diri sendiri hanya untuk menjadi syarat supaya diterima dalam komunitas tertentu. Anda sebutkan saja...pasti banyak sekali contoh-contoh dalam kehidupan masyarakat yang senada dengan contoh-contoh di atas. Senada dengan peristiwa yang menunjukkan bahwa menjadi diri sendiri justru tidak mendatangkan ketidaknyamanan.
Sebenarnya kalau kita benar-benar mau melihat peristiwa di atas, bukan disebabkan oleh individu-individu yang tidak mengenal kepribadiannya. Permasalahannya adalah mereka tidak mau mengakui apa adanya karakter diri sendiri. Karakter merupakan sifat yang melekat pada diri sendiri. Selama pengalaman hidup kita, karakter tersebut akan terbentuk. Karakter juga sering diartikan atau dihubungkan dengan ciri tertentu yang menonjol pada diri. Jadi dapat dikatakan apa yang menjadi diri sendiri adalah gabungan beberapa sifat yang melekat dan identik.
Dalam perjalanan hidup seseorang, karakter sebenarnya merupakan interaksi id, ego, dan super ego. Dalam hal ini, Id (das-es) merupakan sistem Karakter yang paling dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri-naluni bawaan. Id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan sistem-sistem tersebut untuk operasi atau kegiatan yang dilakukannya. Ego adalah sistem yang bertindak sebagai pengarah individu pada dunia objek dan kenyataan dan menjalankan fungsinya berdasarkan isi kenyataan. Super-ego adalah sistem karakter yang berisi penilaian secara universal dan aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik dan buruk). Dalam bahasa sehari-hari konsep tersebut menunjukkan bahwa dalam perkembangan, manusia akan memiliki sifat-sifat bawaan yang kemudian di pilih dan dikembangkan sesuai denga cara pandang (persepsi) mereka ketika menjalankan kehidupan.
Selanjutnya karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari akan mempengaruhi tingkah laku. Tingkah laku merupakan implementasi yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya. Tindakan yang dilakukan seorang individu tidak lain merupakan hasil dan konflik dan rekonsiliasi ketiga unsur dalam sistem karakter tersebut. Tingkah itu kadang-kadang kelihatan (overt) dan kadang-kadang tidak kelihatan (covert). Nah dari sinilah muncul kata-kata jaim alias jaga image. Di depan orang melakukan apa…nanti kalau di belakangnya kemudian melakukan sesuatu yang sangat berbeda.
Umumnya pada masa kanak-kanak dan masa remaja merupakan masa pembentukan karakter karena pada masa inilah individu belajar dari lingkungan dan kemudian memilih mana yang paling sesuai dengan dirinya melalui pandangan hidup (persepsi). Untuk selanjutnya ketika masa dewasa, sifat-sifat tersebut akan menetap dan kemudian menjadi yang disebut sebagai karakter. Jadi sebenarnya wajar juga kalau melihat anak remaja atau anak-anak yang masih labil sehingga dengan mudahnya mereka meniru sosok yang diidolakan (kata mas Sasongko masa perkembangan gundah dan galau). Kalau jaman kanak-kanak mungkin mereka hanya meniru orang-orang terdekat (ayah atau ibu), nah kalau sudah remaja maka mereka akan mulai menirukan sosok-sosok dari lingkungan yang lebih luas. Jadi jangan heran kalau melihat anak remaja yang menangis di depan sosok idola atau bahkan dulu saat kita masih remaja juga berbuat sama. Masa tersebut merupakan masa pencarian.
Di sisi lain sebenarnya dalam masa seperti remaja dan kanak-kanak juga penting diperhatikan, sosok siapa yang akan mereka idolakan. Dengan demikian dapat membantu mereka dalam memahami nilai-nilai baik. Oleh karenanya, contoh yang baik merupakan pembelajaran terbaik dan termudah yang dapat segera masuk dalam input perkembangan mereka. he..he padahal untuk menjadi contoh yang baik justru hal paling sulit yang dilakukan oleh orang tua atau sosok pembelajar lain.
Bagaimana seandainya kalau perkembangan di masa kanak-kanak dan remaja tersebut mengalami hambatan. Individu yang mengalami hambatan dalam pencarian ketika masa remaja dan kanak-kanak maka memunculkan sosok dewasa tanpa nilai-nilai yang dianggap sebagai benar menurutnya. Masa dewasa yang seharusnya memiliki karakter mantap sebagai pengakuan serta pandangan atas dirinya masih saja dilanjutkan menjadi masa pencarian. Selanjutnya individu tersebut tidak dapat mengaktualisasikan diri karena tidak mampu memberikan kebermanfaatan terhadap diri sendiri dan orang lain. Konsep karakter dengan memasukkan kebermanfaatan seperti ini penting dikarenakan masa dewasa merupakan masa penilaian atas sumbangan yang dapat diberikan individu terhadap dirinya dan lingkungan. Orang dewasa sesungguhnya harus memiliki posisi di kehidupan social berdasarkan peran yang mereka dapat lakukan. Kalau bahasa anak sekarang adalah orang ngeksis…jadi punya tempat dalam lingkungan mereka.
Dengan demikian orang yang mampu menjadi dirinya sendiri secara adaptif mampu menyelesaikan berbagai konflik dalam kehidupan. Kalau menggunakan istilahnya Pak Mario Teguh, orang dengan karakter diri sendiri memiliki bawaan lebih sedikit. Jadi lebih ringan dalam menempuh perjalanan. Tidak terbebani untuk menunjukkan eksistensi diri dengan status yang tidak penting dan pikiran yang tidak perlu. Mereka akan selalu merasa yakin untuk menyelesaikan dengan apa yang telah dimiliki. Mandiri dalam memperhitungkan pilihan dengan menimbang resiko sekaligus konsekuen dengan apa yang mereka telah pilih. Pada akhirnya dapat mengambil peran dengan tepat di kehidupan masyarakat. Hal inilah yang saya sebut dengan nyaman menjadi diri sendiri karena merasa bahwa apa yang telah dimiliki (karakter) akan selalu mampu menghadapi berbagai persoalan. Mengambil hikmah dari suatu peristiwa yang telah berlalu. Tanpa harus berpura-pura menjadi orang lain (karakter lain). Mereka yang nyaman dengan diri sendiri selalu pribadi berkembang karena mampu adaptif dalam segala situasi.
Jadi sebenarnya menjadi diri sendiri bukan menjadi alasan yang membuat seseorang tidak memperhatikan sekelilingnya. Tidak memperhatikan pendapat orang lain. Tidak memperhatikan apakah dirinya mengganggu orang lain. Bukan juga menjadi alasan apabila seseorang kemudian melakukan pemberontakan terhadap suatu nilai-nilai tanpa mendasarkan pada usaha menciptakan kebermanfaatan yang lebih bak. Kejadian sepert ini juga membuat saya bingung. Di saat dirinya belum memantapkan diri tapi sudah mencoba membuat rebellion. Bukankah, kita dapat mengatakan nilai itu buruk kalau sudah memiliki nilai-nilai yang lebih baik. Kemudian nilai-nilai baik ini dapat dijadikan suatu dasar pertimbangan dalam mengambil solusi terbaik. So, rebels to what ?? Ya….kalau pemberontakan semacam itu datang orang yang justru tidak memiliki karakter maka pada akhirnya membuat kondisi makin buruk karena tidak mendatangkan solusi lebih baik.
Semoga, kita menjadi pribadi yang menyenangkan untuk diri sendiri dan orang lain.